Rabu, 20 Februari 2013

Bagaimana kalau Palangka Raya Mempercantik Kota ?

Palangka Raya, adalah sebuah kota yang mulai berbenah dalam berbagai sektor, dikarenakan tingkat kepadatan kota mulai terlihat, dari tahun ke tahun jalan-jalan kota mulai dipadati lalu-lalang kendaraan dan mobil, pinggir-pinggir jalan mulai berdiri ruko-ruko. Persaingan hidup mulai berjalan, dan lambat laun akan semakin tidak terkendali apabila Instansi yang terkait tidak mengantisivasi carut-marut pembangunan Ruko-ruko tersebut. Sebagian Jalan-jalan kota mulai terlihat air hujan menggenangi, bahkan tidak jarang ada yang benar-benar banjir karena saluran pembuangan mampet karena developer membangun jembatan Ruko tidak benar-benar dipikirkan. Bagaimana kalau keadaan seperti ini terus berlanjut? Bisa kita bayangkan kedepannya kota Palangka Raya sama seperti kota-kota besar lainnya yang selalu sibuk dengan permasalahan Banjir, siapa yang mau disalahkan? Sudah jelas tidak ada yang mau disalahkan, oleh karena itu bagaimana cara kita sudah sejak dini memikirkan kota kita ini sesuai dengan kalimat yang sering kita dengar " PALANGKA RAYA KOTA CANTIK", artinya apabila kita tidak memperhatikan arti dari kalimat itu, sangat disayangkan dan siap-siaplah kita berdahadapan dengan masalah-masalah yang sangat konflik.
Beberapa waktu yang lalu Gaung menjadikan Kalimantan Tengah sebagai Ibu Kota Negara semakin gencar di suarakan, kalau kota Palangka Raya saja masih carut-marut bagaimana mau jadi Ibu Kota? Masih banyak yang harus di benah untuk kota Palangka Raya, misal : Saluran irigasi air harus di benah kembali, Perda terhadap bangunan-bangunan di pinggir Jalan harus di perketat lagi, tempat-tempat pembuangan sampah harus dipikirkan lagi, GSB Jalan harus tegas lagi. Nah dari kesemua itu apakah semua sudah berjalan dengan semestinya? kita lihat saja nanti apa yang terjadi.
Sekilas dari beberapa kreasi orang-orang kreatif ingin memajukan kota Palangka Raya dan ingin mempercantik kota Palangka Raya terlihat dari cita-cita dan imajinasinya menuangkan karya-karya, baik dalam bentuk tulisan, gambar, ilustrasi, dll. sebagai contoh gambar di bawah ini :








Sumber : http://studiodesainarsitektur.blogspot.com/

Hasil kreasi-kreasi dari rakan-rekan kita ini seharusnya menjadi sumber inspirasi bagi para pemimpin-pemimpin kota Palangka Raya agar bisa mempercatik kota Palangka Raya bukan hanya memikirkan kepentingan pribadi dulu. Gambar desain ini adalah Pemenang Lomba Desain Arsitektur " PALANGKA RAYA RIVERFORNT CITY" dimana Panitia lomba dari INKINDO KALTENG bekerjasama dengan Program Pascasarjana PSAL UNPAR. Dari hasil karya-karya mereka ini lah yang akan membuat kota Cantik Palangka Raya akan terwujud nyata, kalau sekarang kita belum bisa mengatakan PALANGKA RAYA KOTA CANTIK, dari mananya kita katakan Palangka Raya Kota Cantik ? sampah dimana-mana, pasir dijalan berserakan, air menggenangi jalan-jalan, pedagang asongan menutup jalan-jalan, bahkan ada jalan umum ditutup karena ada pasar kaget, mau jadi apa kota kalau begini terus ?
Saya sangat setuju dengan pemanfaatan kawasan pinggir sungai sebagai kawasan wisata agar tidak amburadul dengan carut-marut pembangunan yang tidak jelas, sudah dari dulu kawasan pinggir sungai adalah kawasan kumuh dan susah ditata, apakah kita hanya menunggu? atau perlu ada tindakan dari sekarang mulai berbenah kota?






 

Minggu, 20 Januari 2013

Membangun Pikiran untuk Menjadi Seorang Pemimpin

Banyak dari sebagian orang ingin sekali menjadi seorang pemimpin. Namun pada dasar untuk menjadi seorang pemimpin tidaklah mudah butuh pengalaman dan pengetahuan yang lebih untuk bisa menjadi seorang pemimpin. Oleh karena itu dalam hal ini menjelaskan bagaimana cara menjadi seorang pemimpin yaitu dengan membangun pikiran yang baik.
Setiap orang pada hakikatnya adalah sebagai pemimpin, baik itu pemimpin negara, perusahaan, manajer pemimpin dalam rumah tangga dan lain-lain. Bahkan ada sebuah kutipan oleh kristian hardianto mengatakan bahwa kepemimpinan pada hakikatnya kemampuan untuk mempengaruhi artinya ketika seseorang bisa mempengaruhi dalam hal baik maka diri kita sendiri maupun orang lain tersebut merupakan sudah menjadi seseorang pemimpin. Singkatnya kalau kita dapat mempengaruhi diri kita sendiri itu merupakan pemimpin atas diri kita sendiri.
Banyak orang berpendapat bahwa pemimpin diri sendiri itu suatu hal yang menyulitkan. Sebenarnya hal itu mudah dan memungkinkan untuk memimpin diri sendiri. Karena pada diri sendirilah adanya control atas diri kita sendiri. Sebagai contoh jika anda malas, maka anda langsung malas. Begitu juga sebaliknya jika anda ingin bekerja maka anda pun akan langsung bekerja.
Permasalahannya, kenapa banyak orang yang gagal dalam memimpin diri sendiri ? ada dua hal yang membuat orang tersebut gagal dalam memimpin diri sendiri, yaitu hal pertama ia tidak mau menentukan hal apapun, kedua ia salah dalam menentukan pilihanya. Kehidupan ini selalu menawarkan banyak pilihan. Cuma dalam menentukan pilihan itu tinggal menunggu keputusan kita dalam pikiran kita sendiri. Jika pikiran memilih kegiatan yang bersifat positif maka otak kita akan melogikakan agar tindakan kita positif, begitu juga sebaliknya. Disinilah peran penting kekuatan pikiran dalam meraih sebuah kepemimpinan.
Langkah awal dalam meraih kepemimpinan adalah terlebih dahulu kita harus bisa memimpin atas diri kita sendiri. Sebagai contoh yang pernah dikatakan oleh aa gym, yaitu tiga hal untuk membangun sebuah negara yang kuat dan besar dimulai dari yang terkecil, mulai dari diri kita sendiri dan mulai pada saat ini. Dari ketiga hal tersebut ada satu hal yang perlu digaris bawahi, yaitu memulai dari diri kita sendiri. Hal ini membuktikan bahwa kepemimpinan atas diri sendiri merupakan faktor penting dalam meraih sebuah kepemimpinan yang lebih besar lagi. Bagaimana kita mau menjadi pemimpin sebuah organisasi ataupun negara, maka kalau kita belum mampu untuk memimpin diri kita sendiri.
Dalam hal ini adalah sebuah tokoh yaitu Thomas alfa Edison, ia merupakan salah satu orang yang mempunyai kekuatan pikiran yang sangat luar biasa. Ia melakukan percobaan dengan mengalami berkali-kali kegagalan untuk menciptakan lampu bohlam. Meskipun telah mengalami beberapa kali kegagalannya tetapi ia tetap terus berusaha mencoba. Seandainya ia memilih untuk berhenti dalam percobaannya maka apa yang terjadi ? pasti semua hal yang ia temukan tidak ada saat ini. Banyak juga pemimpin besar dunia yang menggunakan kekuatan pikiran sehingga ia menjadi pemimpin besar yang mempengaruhi peradaban manusia. Hal seperti itu ada karena kegigihan, ulet, dan tekun.
Ada tiga pola berpikir untuk menjadi seorang pemimpin, pertama yaitu berpikir besar. Keberhasilan seseorang tidak ditentukan dengan besar kecilnya hal berpikir. Calon-calon pemimpin selalu berpikir dengan hal-hal yang besar. Karena dengan berpikir hal-hal yang besar maka akan mempengaruhi terhadap sikap dan prilakunya yang mengarah kepada hal-hal yang besar pula. Pemilihan pikiran ini akan menjadi daya magnet yang akan menarik pada sesuatu kekuatan pada apa yang dinginkan. Dengan demikian tindakan pun akan termotivasi untuk melakukan hal besar tersebut.
Kedua, berpikir positif. Berpikir positif bukan hal sekedar tidak berpikir negatif atau membuang pikiran negatif. Akan tetapi apakah ia bisa menggunakan kekuatan pikirannya untuk hal-hal yang positif sehingga menghasilkan sesuatu yang produktif pikiran positif selalu mengarah pada suatu tindakan untuk memanfaatkan segala sesuatu yang ada. Dengan demikian, bagi orang yang selalu berpikir positif semua yang ada selalu bisa menjadi sesuatu yang produktif.
Ketiga, berpikir maju, yaitu berpikir bagaimana mengembangkan diri dengan mengembangkan orang lain terlebih dahulu. Inilah sebenarnya ini dari pengertian “win-win solution”. Dalam sebuah kutipan yang dituliskan oleh John Maxwell dan Jim Dornan dengan buku yang berjudul strategi menuju sukses. Ia mengatakan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin yang baik adalah dengan memperdayakan orang lain, dengan kata lain bila membantu banyak orang berhasil maka kita akan berhasil pula.

umber: Af. Syaifuddin “ Kekuatan Pikiran” 2010.

Kota Palangka Raya

CIKAL BAKAL KOTA PALANGKA RAYA

1. Tata Pemerintahan Abad 18 dan 19

Tercatat dalam Buku Sejarah Propinsi Kalimantan Selatan bahwa Sultan Banjarmasin Sultan Tahmidullah II pada tahun 1787 menyerahkan kemerdekaan dan kedaulatan kerajaan kepada VOC (Verenigde Oost Indische Company) yang ditandai dengan Akte Penyerahan (Acte van afstand) tertanggal Kayutangi, 17-8-1787. Akte penyerahan tersebut ditandatangani oleh Sultan Tahmidullah di depan Residen Walbeck. Hal ini terjadi setelah Sultan Tahmidullah berhasil menguasai tahta kerajaan dengan bantuan VOC dan selanjutnya Kerajaan Banjarmasin menjadi daerah taklukan VOC.
Menurut kepercayaan leluhur suku Dayak, nenek moyang suku Dayak diturunkan dengan memakai wahana Palangka Bulau. Palangka berarti tempat yang suci, Bulau berarti emas atau logam mulia, sedangkan Raya berarti besar. Dengan demikian, Palangka Raya berarti tempat suci dan mulia yang besar. Gubernur berpesan “sesuaikanlah nama ini dengan cita-cita dilahirkannya Kalimantan Tengah”, lalu diingatkan oleh Gubernur Milono seraya mengungkapkan : “…. Kalimantan Tengah yang dilahirkan dalam suasana suci Hari Raya Idul Fitri, dan Hari Paskah agar tetap memlihara kesucian dan kemuliaan ……. ” Demikianlah akhirnya Kota Palangka Raya menjadi ibukota Propinsi Kalimantan Tengah.
Sebagaian besar masyarakat masih percaya bahwa nama Palangka Raya diberikan oleh Presiden Soekarno pada waktu pemancangan tiang pertama pembangunan Kota Palangka Raya.
Namun berdasarkan bukti-bukti yang kuat, nama itu disepakati oleh para pemimpin Kalimantan Tengah baik yang duduk di pemerintahan maupun di tengah masyarakat, serta diumumkan oleh Gubernur RTA. Milono 2 (dua) bulan sebelum Presiden Soekarno datang ke Palangka Raya. Berita tentang pemberian nama Ibukota Propinsi Kalimantan Tengah itu sendiri telah di muat di Surat Kabar Harian (SKH) Bintang Timur Jakarta pada tanggal 22 Mei 1957.

Berdasarkan akte penyerahan tersebut, Sultan Tahmidullah juga menyerahkan status wilayah kekuasaannya termasuk Daerah-Daerah Dayak (Dajaksche provintien) ke bawah kekuasaan VOC. Setelah VOC dinyatakan bangkrut dan bubar, selanjutnya penguasaan daerah bekas taklukan VOC diambil alih oleh Kerajaan Belanda melalui Gubernur Jendral Hindia Belanda di Batavia (sekarang Jakarta). Dengan demikian, daerah Dayak juga berada di bawah kekuasaan Gubernur Jendral Hindia Belanda.
Pada tanggal 1 Januari 1817, ditandatangani Kontrak Persetujuan Karang Intan I oleh Sultan Sulaiman di depan Residen Aernout van Boekholzt dari Pemerintah Hindia Belanda. Enam tahun kemudian, yakni tanggal 13 September 1823, dilakukan alterasi dan ampliasi (perubahan, peralihan, penambahan, perluasan dan penyempurnaan) yang dikenal dengan nama Kontrak Persetujuan Karang Intan II. Kontrak tersebut juga ditandatangani oleh Sultan Sulaiman di depan Residen Mr. Tobias.
Berdasarkan Kontrak persetujuan kedua ini, Sultan melepaskan secara penuh hak-haknya atas seluruh kawasan di Kalimantan yang dianggap sebagai wilayah Kerajaan Banjarmasin itu, termasuk yang disebut Belanda sebagai Daerah-Daerah Dayak (Dajaksche provintien). Pihak Pemerintah Hindia Belanda kemudian melakukan pemetaan di kawasan Dajaksche provintien. Sungai Kahayan dalam pemerintahan Belanda disebut Groote Dajak Rivier sedang Sungai Kapuas disebut Kleinee Dajak Rivier
Sebelum adanya Akte Penyerahan Kayutangi tersebut, wilayah Dajaksche provintien yang kini dikenal sebagai wilayah Propinsi Kalimantan Tengah, tidak langsung dikuasai VOC. Ketika Perang Banjar (1859-1865) usai dengan Belanda sebagai pemenangnya, suku Dayak masih melanjutkan pertempuran melawan Belanda yang dikenal dengan nama Perang Barito (1865-1905). Tetapi akibat akte penyerahan serta Kontrak Perjanjian Karang Intan I dan II, tertancaplah kekuasaan penjajah Belanda di Kalimantan.
Namun penguasaan wilayah yang sangat luas itu tidak berlangsung mulus. Belanda mengalami kekurangan tenaga dalam mengelola pemerintahan meskipun telah dilakukan pembagian wilayah. Belanda kemudian membatasi kekuasaan langsungnya pada tingkat Onderafdeling saja, sedangkan untuk pemerintahan distrik dan Onderdistrik, Belanda menggunakan para petinggi suku Dayak. Beberapa Tamanggong dan Damang diangkat menduduki jabatan Kepala distrik dan Kepala Onderdistrik.
Sejak tahun 1823, kawasan yang disebut wilayah Dayak (Dajaksche provintien) dimasukkan dalam wilayah yang disebut Kapoeas-Moeroeng gebied, yang merupakan bagian dari Afdeling Marabahan yang berkedudukan di Marabahan dan dikepalai oleh seorang residen. Afdeling Marabahan membawahi beberapa Onderafdeling, salah satu diantaranya adalah Onderafdeling Koeala Kapoeas yang dipimpin seorang Controleur. Salah satu distrik dilingkup Onderafdeling Koeala Kapoeas adalah Distrik Pangkoh yang berkedudukan di Pangkoh. Wilayah distrik Pangkoh meliputi seluruh aliran Sungai Kahayan, dan pada tahun 1872 dipimpin oleh Tamanggong Rambang sebagai kepala distrik.
Memasuki abad 20 (tahun 1913), kawasan Kapoeas-Moeroeng gebied dibentuk menjadi 2 afdeling yaitu :
(1) afdeling Dajaklanden (Tanah Dayak) berkedudukan di Banjarmasin, dan
(2) afdeling Dusunlanden (Tanah Dusun) berkedudukan di Muara Teweh.
Distrik Pangkoh yang sebelumnya membawahi seluruh aliran Sungai Kahayan dihapuskan dan dibentuk 2 onderafdeling,yaitu :
(1) onderafdeling Boven Dajak berkedudukan di Kuala Kurun, dan
(2) onderafdeling Beneden Dajak berkedudukan di Kuala Kapuas. Desa/kampung Pahandut terletak dalam onderafdeling Beneden Dajak. Kedua onderafdeling termasuk dalam lingkup afdeling Dajaklanden.
Setelah proklamasi (1946), afdeling Kapuas-Barito beserta seluruh onderafdeling-nya dihapus. Bekas wilayah onderafdeling Beneden Dajak dipecah menjadi 2 distrik, yaitu :
(1) Distrik Kapuas dan
(2) Distrik Kahayan.
Distrik Kahayan itu sendiri terbagi menjadi 2 onderdistrik, yaitu :
(1) Onderdistrik Kahayan Hilir dengan ibukota Pulang Pisau, dan
(2) Onderdistrik Kahayan Tengah dengan ibukota Pahandut. Kepala Onderdistrik Kahayan Tengah yang pertama adalah G.T. Binti.
Sesudah pemulihan kedaulatan dan Propinsi Kalimantan Tengah menjadi bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), maka sebutan distrik diganti menjadi kawedanan, sedangkan onderdistrik diganti menjadi kecamatan. Onderdistrik Kahayan Tengah berganti menjadi Kecamatan Kahayan Tengah dengan ibukota Pahandut. Setelah Pahandut ditetapkan sebagai ibukota Propinsi Kalimantan Tengah, pada tahun 1960 ibukota Kecamatan Kahayan Tengah dipindahkan ke Bukit Rawi.

2. Asal-usul Kampung Pahandut

Kampung Pahandut merupakan salah satu kampung tertua di daerah aliran sungai Kahayan bagian hilir, seperti halnya kampung Maliku, Pulang Pisau, Buntoi, Penda Alai dan Gohong. Konon dikisahkan bahwa karena keadaan tanah lahan bertani dan berkebun di Lewu Rawi (kemudian di kenal dengan nama lewu Bukit Rawi) tidak cocok, tersebutlah pasangan suami-isteri Bayuh dan Kambang memutuskan untuk mencari kawasan lain. Mereka kemudian milir (mendayung perahu ke arah hilir) menyusuri Sungai Kahayan yang akhirnya menemukan tempat yang cocok, sehingga kehidupan mereka menjadi lebih baik. Khabar tentang tanah yang cocok untuk kegiatan pertanian serta perbaikan kehidupan kedua suami istri tersebut terdengar oleh warga masyarakat lewu Rawi yang lain sehingga banyak sanak keluarga yang berasal dari kampung tersebut bahkan bahkan warga dari kampung/desa lain mengikuti jejak Bayuh dan Kambang pindah ke daerah baru itu.
Akhirnya tempat tersebut berubah menjadi kawasan berusaha “metik” hasil hutan (bahasa Dayak Ngaju : eka satiar, sekaligus membuka lahan untuk bertani, yang disebut eka malan) kemudian berkembang menjadi tempat berusaha bertani dan berkebun lalu menjadi tempat permukiman. Dalam bahasa Dayak Ngaju hal yang demikian dinamakan Eka Badukuh, para warga menyebutnya Dukuh ain Bayuh, singkatnya permukiman itu disebut Dukuh Bayuh.
Demikian Dukuh Bayuh (dukuh, Badukuh tidak sama dengan pengertian Dukuh dalam masyarakat Jawa, yang berarti lebih merupakan anak-desa atau desa cabang) semakin lama semakin berkembang maju, karena ternyata daerah itu dan sekitarnya memiliki sumber untuk memenuhi kebutuhan hidup warganya antara lain lokasi pemungutan hasil hutan seperti damar, getah jelutung (pantung), getah hangkang, katiau, dan rotan serta perairan sungai yang kaya dengan berbagai jenis ikan terutama dikawasan Dataran Aliran Sungai (DAS) Sebangau.
Dalam pada itu Dataran pematang (tanah tinggi ) terbentang dari sungai Kahayan menuju sungai Rungan disebut tangking terkenal dengan nama Bukit Jekan (Jekan baca seperti jejer) dengan tanah berbukit di Tangkiling pada kawasan tepi Barat sungai Kahayan, sedangkan di bagian Timur, terdapat danau besar yang dinamakan Danau Tundai dengan jumlah dan jenis ikan yang melimpah. Pada kawasan hulu dan hilir dari Dukuh Bayuh tersebut juga terdapat puluhan danau kecil yang banyak ikannya. Semuanya merupakan sumber mata pencaharian dan kehidupan warga Dukuh Bayuh sekaligus menjadi daya tarik bagi pendatang dari daerah lain untuk ikut berusaha di dukuh itu. Maka berubahlah Dukuh Bayuh yang semula hanya tempat berusaha : bertani dan berkebun menjelma menjadi lewu (desa), dan Bayuh tetap sebagai Pambakal (Kepala Desa). Dukuh Bayuh yang berkembang maju tersebut telah menjadi Kampung (Desa) dengan kehidupan warga makmur dan sejahtera.
Sementara itu diceritakan bahwa terdapat seorang tokoh yang disegani oleh seluruh warga masyarakat Dukuh Bayuh karena mempunyai kelebihan yang sangat menonjol. Sang tokoh dianggap memiliki “kesaktian” dan “ilmu” serta oleh masyarakat setempat dipercaya sebagai “orang pintar” Masyarakat Dukuh Bayuh bahkan masyarakat dari daerah lain sering minta pertolongan pada sang tokoh tentang berbagai hal. Sang Tokoh tersebut mempunyai anak-sulung laki-laki yang bernama Handut; dan sesuai adat orang Ngaju yang menganut ujaran teknonomi, yakni sepasang suami istri yang sudah berumah tangga dan sudah mempunyai anak, biasa disapa (dipanggil) secara akrab memakai nama anak sulung. Maka tokoh Desa Bayuh yang “berilmu” itu sangat akrab disapa Bapa Handut.
Ketika usianya sudah lanjut, Bapa Handut sering sakit-sakitan, dan ketika keadaan sakitnya sudah parah nampaknya sulit menghembuskan nafas terakhir. Warga Desa Bayuh merasa cemas dan prihatin atas penderitaan sang tokoh yang mereka hormati. Akhirnya kehendak Tuhan pun terjadi dan wafatlah Bapa Handut diiringi kesedihan dan isak tangis seluruh warga. Tokoh yang dihormati dan disegani telah tiada.
Guna mengenang dan menghormati sang tokoh yang sangat berpengaruh tersebut, semua warga masyarakat setuju Desa Bayuh diubah namanya menjadi Desa PAHANDUT (yang berasal dari kata Bapa Handut – panggilan akrab Sang Tokoh). Siapa nama asli Sang Tokoh itu, ternyata orang keturunan “asli” desa Pahandut tidak dapat memberi jawaban.
Dalam arsip Pemerintah Hindia Belanda nama Desa Pahandut tercatat dalam laporan Zacharias Hartman, seorang pejabat Pemerintah Hindia Belanda yang melakukan perjalanan menyusuri Sungai Kahayan dan Sungai Kapuas pada Bulan Oktober 1823. Dalam laporan perjalanannya, Orang Belanda pertama yang langsung menginjakkan kaki pada DAS Kahayan dan Kapuas tersebut menyebutkan Desa Pahandut sebagai salah satu desa yang dikunjungi.
Keberadaan Kampung Pahandut juga dilaporkan oleh para misionaris (para pengabar Injil) dari Jerman. Pada tahun 1859, Kampung Pahandut tercantum dalam peta yang dibuat para misionaris tersebut, dan Kampung Pahandut merupakan salah satu pangkalan (stasi) dari kegiatan penyebaran agama Kristen di sepanjang Sungai Kahayan. Laporan selanjutnya dari para misionaris menyebutkan bahwa pada tahun 1896, Misionar G.A. Alt bertugas di Stasi Pahandut, dan telah terbentuk jemaah Kristen dengan berdirinya bangunan gereja di Kampung itu. Letak bangunan gereja tersebut diperkirakan berada di Jalan Kalimantan sekarang. Pada tahun 1974, bangunan gereja yang terletak di tengah jalan tersebut, dibongkar untuk keperluan pembangunan dan pengaspalan jalan.
Dari notulen rapat Tumbang Anoi (tahun 1894) disebutkan bahwa di kampung Pahandut telah berdiri sebanyak 8 (delapan) buah rumah panjang (betang – rumah adat suku Dayak). Jika satu rumah betang berisi 5 (lima keluarga), maka paling sedikit Kampung Pahandut pada waktu itu telah dihuni oleh 40 keluarga. Ini berarti, kampung itu sudah cukup ramai.


3. Ngabe Anum Soekah

Ikhwal pasangan suami-istri Bayuh-Kambang, mereka mempunyai 2 orang anak laki-laki, yang sulung bernama Jaga sedang adiknya bernama Soekah. Bayuh sampai hari tuanya tetap dipercayakan sebagai Kepala Desa Pahandut dan di usia senjanya, Bayuh mengharapkan salah satu dari kedua putranya untuk menggantikannya sebagai kepala kampung.
Jaga sebagai anak tertua (sulung) tidak dapat menolak. Sebenarnya Jaga mengharapkan adiknya, Soekah, yang menggantikan kedudukan/jabatan
ayah mereka, namun karena Soekah menolak dengan alasan, dia masih mau merantau (mengembara alias berkelana), akhirnya Jaga diangkat menjadi Kepala Kampung Pahandut (Pambakal).
Dalam pengembaraannya itulah, pemuda Soekah sampai di Puruk Cahu. Ketika itu Tamanggung Wangkang sedang mengangkat senjata melawan kekuasaan Belanda yang dikenal dengan Perang Wangkang, sekitar tahun 1870. Pemuda Soekah pun membantu dan maju ke medan laga, bertempur melawan serdadu Belanda.
Sekembali Soekah dari pengembaraannya dan berkumpul kembali dengan keluarganya di Pahandut, Soekah terpilih menjadi Pambakal/Kepala Kampung Pahandut menggantikan kakaknya, Jaga. Dalam kedudukannya sebagai Kepala Desa Pahandut, atas jasa-jasanya dalam memimpin dan membina Desa Pahandut, sehingga seluruh warganya dapat menikmati kehidupan makmur dan sejahtera, Pemerintah Hindia Belanda memberi gelar NGABE ANUM kepada Soekah. Dengan demikian, Pambakal Desa Pahandut adalah Ngabe Anum Soekah. Namun sebutan yang lebih terkenal dalam masyarakatnya adalah sebutan akrab tetapi mengandung rasa hormat yaitu Ngabe Soekah. Berdasarkan informasi H. Basrin Inin, pada masa kepemimpinan Ngabe Soekah, Kampung Pahandut menjadi kampung yang paling ramai dikunjungi pendatang dan tercipta perdamaian, keamanan dan kenyamanan dari penduduknya yang berasal dari berbagai suku, ras dan agama.
Sandung Ngabe Soekah terletak di pertigaan Jalan Darmosugondo dan Jalan Dr. Murjani (di depan terminal sementara). Sebelumnya telah didirikan sandung oleh Bayuh pada tahun 1783, kemudian dipugar menjadi lebih besar oleh Ngabe Soekah pada tahun 1848. Pada waktu itu, lokasi sandung Ngabe Soekah ini dinamakan dengan Bukit Ngalangkang. Di kemudian hari banyak peristiwa mengambil tempat di Bukit Ngalangkang ini misalnya pengumuman nama Kota Palangka Raya dan peresmian Kotapraja Palangka Raya sebagai daerah otonom.
Pada masa kepemimpinan Ngabe Soekah, salah seorang cucunya yang bernama Herman Syawal Toendjan (HS. Toendjan) diangkat menjadi Damang. Sesudah Ngabe Soekah berusia lanjut, ditunjuk cucunya yang lain yang bernama Willem Dean sebagai kepala kampung selama 2 tahun, selanjutnya sekitar tahun 1940 diangkat Abd Inin (anak ketiga dari Ngabe Soekah) sebagai kepala kampung yang baru. Abd Inin (kepala kampung) dan HS. Toendjan (Damang), berkenalan dengan Tjilik Riwut dalam perjuangan mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia. Pertemuan kembali ketiga sahabat tersebut terjadi lagi sekitar tahun 1957, ketika Tjilik Riwut beserta 7 orang tokoh yang ditugaskan untuk mencari ibukota Propinsi Kalimantan Tengah berkunjung ke Kampung Pahandut.


4. Pahandut menjadi Palangka Raya

Sebagaimana diuraikan pada bagian sebelumnya, Panitia yang bertugas untuk merumuskan dan mencari daerah atau tempat yang pantas/wajar untuk dijadikan Ibukota Propinsi Kalimantan Tengah, yang telah mendapat dukungan serta perhatian dari Para pejabat teras Pemerintah Daerah Kalimantan Tengah dan Kalimantan serta Pemuka-Pemuka Masyarakat Kalimantan Tengah, telah menjatuhkan pilihan dan menetapkan PAHANDUT sebagai Calon Ibu Kota Propinsi Kalimantan Tengah.
Pemuka-Pemuka dan Tokoh-tokoh Masyarakat Pahandut setelah mengetahui bahwa Pahandut, desa mereka, akan dijadikan sebagai calon Ibu Kota Propinsi Kalimantan Tengah menyambut dengan sangat antusias. Namun mereka juga menyadari bahwa untuk pembangunan fisik dari Ibukota Propinsi diperlukan modal yang tidak kecil dan dengan spontan mereka menyerahkan kepada Pemerintah Propinsi Kalimantan Tengah, hak-hak atas tanah-tanah perwatasan milik mereka, untuk dipergunakan dalam Pembangunan Ibukota.
Sambutan masyarakat yang sangat antusias tersebut diwujudkan dan dituangkan dalam suatu PERNYATAAN pada tanggal 30 Januari 1957, yang menjadi dasar bagi Pemerintah dalam melaksanakan pembangunan. Pernyataan para tetuha dan pemuka masyarakat Pahandut adalah sebagai berikut :
PERNYATAAN

Kami yang bertanda tangan dibawah ini, ialah para Tetuha dan Pemuka Rakyat di Pahandut (Kecamatan Kahayan Tengah) setelah mengetahui dan mendengar, bahwa fihak Pemerintah ada mempunyai hasrat untuk untuk menjadikan Pahandut sebagai Ibu Kota Propinsi Kalimantan Tengah, maka dengan ini kami menyatakan kegembiraan dan terima kasih yang tidak terhingga terhadap hasrat Pemerintah tersebut.
Menurut pengetahuan kami, memang Pahandut adalah satu-satunya daerah yang cocok sekali untuk dibangun menjadi Ibu Kota, baik dilihat dari segi pembangunan, maupun dari segi perhubungan antar Daerah di Wilayah Kalimantan Tengah.
Oleh karena itu, kami mengharap supaya hasrat Pemerintah yang hendak menjadikan Pahandut sebagai Ibu Kota Propinsi Kalimantan Tengah, diteruskan hingga menjadi kenyataan.
Kami para Tetuha da para Pemuka Rakyat Pahandut akan membantu sepenuhnya dan menegaskan pula di sini, bahwa tanah-tanah yang diperlukan untuk pembangunan Ibu Kota Propinsi Kalimantan Tengah sepanjang kebutuhannya, kami bersedia untuk
memberikannya dengan senang hati, dan tidak akan meminta pembayaran apa-apa, kalau seandainya ada sebagian kecil yang sudah menjadi milik Rakyat,

Pahandut, 30 Januari 1957

Tanda Tangan Kami,
1. Abd. Inin d.t.t. Abd. Inin
2. St. Rasad d.t.t. St. Rasad
3. H. Tundjan d.t.t. H. Tundjan
4. Buntit Sukah d.t.t. Buntit Sukah
5. Dinan Gani d.t.t Dinan Gani
6. J. Rasan d.t.t. J.Rasan
7. Tueng Kaling d.t.t. Tueng Kaling

Pernyataan ini disampaikan dengan hormat kepada :
1. Yth. Gubernur/Pembentuk Propinsi Kalimanta tengah.
2. Yth. Acting Gubernur Kalimantan Selatan.
3. Inspeksi Pekerjaan Umum Propinsi Kalimantan.
4. Badan Pekerja Dewan Rakyat Kalimantan Tengah.

Dikutip dari : Tjilik Riwut (1958) Kalimantan Memanggil. Endang. Jakarta.

Catatan :
Singkatan dari nama Damang H.S. Tundjan dalam buku tersebut memang hanya H. Tundjan
(tanpa huruf S), namun dipastikan bahwa yang dimaksud adalah Damang Herman Syawal Tundjan (H.S. Tundjan).

Dalam kenyataan sesungguhnya pembangunan Kota Palangka Raya dimulai, tidak hanya masyarakat di kampung Pahandut saja yang merelakan tanahnya untuk digunakan bagi pembangunan fisik Kota Palangka Raya. Masyarakat dari kampung Jekan juga ikut berpartisipasi dalam menumbangkan
tanahnya untuk pembangunan Kota Palangka Raya. Sampai Tahun 1957, Kampung Pahandut,
memiliki 7 (tujuh) dukuh yaitu Kereng, Petuk Ketimpun, Hampapak, Tumbang Rungan, Jekan,
Marang dan Tahai. Di Kampung Pahandut ketika itu kira-kira 500-600 jiwa.
Nama Pahandut setelah ditetapkan menjadi ibukota Propinsi Kalimantan Tengah masih harus
dicari, nama tersebut harus sesuai dengan maksud dan tujuan dari pembangunan kota tersebut.
Namun untuk sementara dinyatakan bahwa ibukota Propinsi Kalimantan Tengah adalah
Pahandut. Guna mencari nama ibukota propinsi tersebut, Gubernur RTA. Milono menugaskan Panitia yang sama dengan Panitia yang mencari dan merumuskan calon Ibukota Propinsi Kalimantan Tengah untuk mencari nama bagi Ibukota Propinsi Kalimantan Tengah.

Panitia terus bekerja keras untuk mencari nama bagi ibukota itu. Mereka mengumpulkan berbagai pendapat dari bermacam-macam kalangan antara lain pendapat/pandangan dari tokoh-tokoh masyarakat Dayak Kalimantan Tengah seperti Damang H.S. Tundjan, Damang Saililah dan Tjilik Riwut termasuk saran dan pandangan dari Gubernur Pembentuk Propinsi Kalimantan Tengah RTA. Milono.
Akhirnya, nama ibukota itu berhasil disepakati dan disetujui sepenuhnya oleh Gubernur RTA.
Milono dan kepastian tentang nama itu akan diumumkan sendiri oleh Gubernur Propinsi
Kalimantan Tengah.

Demikianlah kurang lebih 4 bulan kemudian, dengan didahului upacara adat dari suku dayak
yang bertempat dilapangan Bukit Ngalangkang, Pahandut pada tanggal 18 Mei 1957 diumumkan
nama ibukota propinsi Kalimantan Tengah.
Gubernur RTA. Milono dalam pidatonya antara lain mengemukakan cita-cita beliau
bahwa untuk memberi nama Ibukota Propinsi Kalimantan Tengah harus disesuaikan dengan jiwa pembangunan dan tujuan suci. Nama yang dipilih adalah PALANGKA RAYA.

Tulisan ini dimaksudkan untuk menambah wawasan kita mengenai Kota
Palangka Raya propinsi Kalimantan Tengah
Sumber :http://citrabahana.blogspot.com/2009/01/kota-palangka-raya.html